Senin, 29 Desember 2014

Masalah Kepastian dan Falibilisme Moderat

Masalah Kepastian dan Falibilisme Moderat

1.Masalah Kepastian Kebenaran Ilmiah
  Dalam empat macam kebenaran, melahirkan 2 pandangan yang berbeda, yaitu pandangan kaum rasionalis  yang menekankan kebenaran logis-rasional, dan pandangan kaum empirisis yang menekankan kebenaran empiris.
  Kebenaran kaum rasionalis bersifat sementara, terlepas dari seberapa tinggi tingkat kepastiannya karena kebenaran sebagai keteguhan dari suatu pernyataan atau kesimpulan sangat tergantung pada kebenaran teori atau pernyataan lain. padahal, teori atau pernyataan lain sangat mungkin salah.
  Sedangkan kaum empirisis tidak pernah berpretensi untuk menghasilkan suatu pengetahuan yang pasti benar tentang alam. Bagi mereka, ilmu pengetahuan tidak memiliki ambisi seperti iman dalam agama. Ilmu pengetahuan tudak akan pernah memberikan suatu formulasi final dan absolut tentang seluruh universum = falibilisme.
  Falibilisme beranggapan bahwa kendati pengetahuan ilmiah merupakan pengetahuan yang paling baik yang dapat kita miliki.

2.Falibilisme dan Metode Ilmu Pengetahuan
  Falibilisme ilmu pengetahuan berasal dari dua sumber, yaitu sebagai konsekuensi dari metode ilmu  pengetahuan, dan dari objek ilmu pengetahuan yaitu universum alam.
  Indikasi metodologis sebagai alasan dari falibilisme moderat :
  a.Peneliti sendiri tidak pernah merasa pasti dengan apa yang dicapainya sendiri.
  b.Fokus utama dari kegiatan penelitian ilmiah adalah verifikasi dan hipotesis.
  c.Karena metode induksi.
  d.Setiap hipotesis pada dasarnya tidak pasti.

3.Falibilisme dan Objek Ilmu Pengetahuan
  a.Realitas objek
    - Nyata berarti lepas dari pikiran manusia.
    - Realitas dapat dikatakan real jika memang dapat dikenal.
   - Realitas yang dibicarakan ilmu pengetahuan adalah realitas publik, realitas yang menjadi perhatian banyak orang. Yang real berarti yang memiliki dimensi sosial.
  b.Evolusi objek pengetahuan ilmiah   
    Objek ilmu pengetahuan selalu berubah-ubah dan mengalami perkembangan.
    Aspek :
    - Objek pengetahuan ilmiah selalu berubah sehingga pengetahuan yang kita capai, sekalipun sangat akurat, harus ditinjau kembali.
    - Objek dari pengetahuan kita selalu berkembang kepada regularitas.
      Maka, pengetahuan kita selalu rentan terhadap kesalahan.
    Semenjak Ch. Darwin dan Lamarck, gagasan evolusi sudah menjadi gagasan penting dalam dunia organis.
    Clarence King, evolusi atau perubahan selain menjadi gejala organis juga menjadi gejala lingkungan, realitas alam pada umumnya.
    Filsuf Yunani seperti Herakleitos dan Aristoteles, evolusi merupakan kenyataan dasar dari setiap realitas.
    Kebenaran empiris termasuk ilmu kemanusiaan :
    - Kepastian tentang pernyataan yang menjelaskan gejala-gejala yang diselidiki.
    - Kepastian tentang kesimpulan yang ditarik sebagai suatu hukum yang berlaku umum.

HUBUNGAN ILMU, TEKNOLOGI, DAN KEBUDAYAAN

B. Hubungan Ilmu dan Teknologi
   Mengenai teknologi ada tiga pendapat
   1) Teknologi bukan ilmu, melainkan penerapan ilmu.
   2) Teknologi merupakan ilmu, yang dirumuskan dengan dikaitkan aspek eksternal, yaitu industri dan aspek internal yang dikaitkan dengan objek material “ilmu” maupun aspek “murni-terapan”.
   3) Teknologi merupakan “keahlian” yang terkait dengan realitas kehidupan sehari-hari.
 
   Untuk lebih memperjelas identifikasi ilmu dan teknologi ada tujuh pembeda.
   1) Teknologi merupakan suatu system adapatasi yang efisien untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan akhir dari teknologi adalah untuk memecahkan masalah-masalah material manusia, atau untuk membawa perubahan-perubahan praktis yang diimpikan manusia. Sedangkan ilmu bertujuan untuk memahami dan menerangkan fenomena fisik, biologis, psikologis, dan dunia sosial manusia secara empires.
   2) Ilmu berkaitan dengan pemahaman dan bertujuan untuk meningkatkan pikiran manusia, sedangkan teknologi memuasatkan diri pada manfaat dan tujuannya adalah untuk menambah kapasitas kerja manusia.
   3) Tujuan ilmu adalah memajukan pembangkitan pengetahuan, sedangkan teknologi adalah memajukan kapasitas teknis dan membuat barang atau layanan.
   4) Perbedaan ilmu terknologi berkaitan dengan pemegang peran. Bagi ilmuan diharapkan untuk mencari pengetahuan murni dari jenis tertentu, sedangkan teknolog untuk tujuan tertentu. Ilmuan “mencari tahu”, “teknologi mengerjakan”.
   5) Ilmu bersifat supranasional (mengatasi batas Negara) sedangkan teknologi harus menyesesuaikan diri lingkungan tertentu.
   6) Imput teknologi bermacam-macam jenis yaitu material alamiah, daya alamiah, keahlian, teknik, alat, mesin, ilmu, dan pengetahuan sari berbagai macam, misalnya akal sehat, pengalaman,  ilham, intuisi, dan lain-lain. Adapun imput ilmu adalah pengetahuan yang telah tersedia.
   7) Output ilmu adalah pengetahuan baru, sedangkan teknologi menghasilkan produk berdimensi tiga.
    
   Dari penelusuran terhadap konsep ilmu dan teknologi dengan berbgai aspek dan nuansanya, kiranya mulai jelas keterkaitan antara ilmu dan teknologi. Beberapa titik singgung antara keduanya mungkin dapat dirumuskan :
   1) Bahwa baik ilmu maupun teknologi merupakan komponen dari kebudayaan.
   2) Baik ilmu maupun teknologi memiliki aspek ideasional maupun faktual, dimensi abstrak maupun konkrit, dan aspek teoritis maupun praktis.
   3) Terdapat hubungan dialektis (timbal balik) antara ilmu dan teknologi. Pada satu sisi ilmu menyediakan bahan pendukung penting bagi kemajuan teknologi, yakni teori-teori. Pada sisi lain penemuan-penemuan teknologi sangat membantu perluasan cakrawala penelitian ilmiah yakni dengan dikembangkannya perangkat-perangkat penelitian berteknologi mutakhir. Bahkan dapat dikatakan bahwa dewasa ini kemajuan ilmu mengandaikan dukungan teknologi, sebaiknya sebaiknya kemajuan teknologi mengabaikan dukungan ilmu.
   4) Sebagai klarifikasi konsep, istilah ilmu lebih dapat dikatakan dengan konteks teknologi, sedankan istilah pengetahuan lebih sesuai digunakan dalam konteks teknis.

C. Hubungan Ilmu dengan Kebudayaan
   Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahun merupakan unsure dari kebudayaan. Kebudayaan disini merupakan seperangkat sistem nilai, tata hidup dan sarana bagi manusia dalam kehidupannya. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Pengambangan kebudayaan nasional merupakan bagian kegiatan dari suatu bangsa, baik disari atau tidak maupun dinyatakan secara eksplisit atau tidak.
   Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi. Pada suatu pihak pengembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan dilain pihak, pengembangan ilmu akan mempengaruhi jalannya kebudayaan. Ilmu terpadu secara intim dengan keseluruhan struktur sosial dan tradisi kebudayaan, mereka saling mendukung satu sama lain: dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembangkan secara pesat, demikian sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi dengan wajar tanpa didukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapannya.
  
   Dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunya peranan ganda.
   1) Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan kebbudayaan nasional.
   2) Ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak suatu bangsa.
      Pada kenyataanya kedua fungsi ini terpadu satu sama lain dan sukar dibedakan. Pengkajian pengembangan kebudayaan nasional kita tidak dapat dilepaskan dari pengembangan ilmu. Dalam kurung dewasa ini yang terkenal sebagai kurun ilmu teknologi, kebudayaan kitapun tak lepas dari pengaruhya, dan mau tidak mau harus ikut memperhitungkan faktor ini. Sayangnya yang lebih dominan pengaruhnya terhadap kehidupan kita adalah teknologi yang merupakan produk dari kegiatan ilmiah. Sedangkan hakikat keilmuan itu sendiri yang merupakan sumber nilai yang konstruktif bagi pengembangan kebudayaan nasional pengaruhnya dapat dikatakan minimal sekali.
   Ada pemahaman yang memisahkan ilmu dan kebudayaan baik secara konseptual maupun faktual, tidak dapat diterima lagi. Ilmu merupakan komponen penting dari kebudayaan. Bahkan kecenderungan akhir abad ini semakin member tempat bagi dominasi ilmu dalam menciptakan universum-universum simbolok atau dunia kemasukakalan. Tidak perlu disangkal bahwa memang timbul segala marginalisasi unsure-unsur pengetahuan non ilmiah sebagai unsure pengetahuan yang berada diluat objektivitas.
   Sebagaimana watak yang sudah melekat pada kebudayaan manusia scientism pada akhirnya dapat reaksi paling tidak dengan munculnya reorientasi atau pengembangan orientasi baru bagi pengembangan ilmu baru. Gejala yang tampak semakin luas adalah mulai ditinggalkannya ideologi ilmu untuk ilmu atau ilmu bebas nilai. Ideoloi yang sedemikian jelas mengingkari hubungan dialektis antara ilmu sebagai unsur sistem kebudayaan dengan unsur sistem kebudayaan yang lain, baik itu religi, struktur sosial kepentingan politis maupun subjektifitas manusia itu sendiri. Persoalan yang kemudian menuntut pemikiran bersama lebih lanjut adalah strategi pengembangan ilmu yang sungguh-sungguh mempertimbangkan unsur-unsur sistem kebudayaan yang lain secara integral dan integratif. Kesalahan pemilihan strategi pembelajaran ilmu akan mempunyai akibat langsung bagi integrasi kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan. Setiap kebudayaan memiliki hierarki nilai yang berbeda sebagai dasar penentuan skala prioritas. Ada sistem kebudayaan yan   g menentukan nilai teori dengan mendudukan rasiolisme, empirisme, dan metode ilmiah sebagai dasar penentu dunia objektif. Terdapat pula sistem kebudayaan yang menempatkan nilai ekonomi sebagai acua dasar dari seluruh dinamika unsur kebudayaan yang lain. Ada juga sistem kebudayaan yang meletakkan nilai positif sebagai dasar pengendali unsur-unsur kebudayaan yang lain, selain ada sistem kebudayaan yang menempatkan nilai religius, nilai estetis, nilai sosial sebagai dasar dasn orientasi seluruh kebudayaan setiap pilihan orientsi nilai dari kebudayaan akan memiliki konsekuensi masing-masing, baik pada taraf ideasional maupun operasional.
   Untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan pada pokoknya mengandung beberapa pikiran.
   1) Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-langkah kearah peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi kebudayaan masyarakat kita.
   2) Ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran. Disamping ilmu masih terdapat cara-cara lain yang sah sesuai lingkungan dan permasalahannya masing-msaing.
   3) Asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah rasa percaya terhadap metode yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut.
   4) Pendidikan ilmuan harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral.
   5) Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam bidang filsafat terutama yang menyangkut keilmuan.
   6) Kegiatan ilmiah harus bersifat otonomi yang terbatas dari tekanan struktur kekuasaan.
   Pada hakikatnya semua unsur kebudayaan harus diberi otonomi dalam menciptakan paradigma mereka sendiri. Terlalu banyak campur tangan dari luar hanya menimbulkan paradigma mereka semua yang tidak ada gunanya. Paradigma agar bias berkembang dengan baik membutuhkan dua syarat yakni kondisi rasionalitas dan kondisi psikososial kelompok. Kondisi rasionalitas menyangkut dasar pikiran paradigma yang berkaitan dengan makna, hakikat dan relevansinya dengan keterlibatan semua anggota kelompok dalam mengembangkan dan melaksanakan paradigma tersebut.



D. Hubungan Teknologi dan Kebudayaan
   Sejak dimulai revolusi industri di Eropa, teknologi yang dihasilakan oleh masyarakat Eropa, kemudian disebarkan keseluruh dunia ternyata memiliki berikut :
   1) Watak ekonomis yang pada intinya berorientasi pada efisiensi ekonomis dengan mengutamakan kendali pada elit pendukong finansial dan elit tenaga ahli.
   2) Ditinjau dari aspek sosial teknologi barat ternyata bersifat melanggengkan sifat ketergantungan. Ketergantungan ini terkait, baik dengan teknik produksi maupun pola konsumsi. Mata rantai produsen dan konsumen terputus. Artinya, produsen menentukan produk lebih berorientasi pada kemajuan teknologi. Iklan-iklan berbagai media massa merupakan “nabi-nabi” bagi pencipta kebutuhan baru.
   3) Struktur kebudayaan teknologi barat telah melahirkan struktur kebudayaan yang:
      a. Memandang ruang geografis dengan kacamata pusat pinggiran dengan dunia barat sebagai pusatnya.
      b. Adapun kecenderungan untuk melihat waktu sebagai suatu hal yang berkaitan dengan kemajuan dan berkembang secara linier;
      c. Adanya kecenderungan untuk memahami relaitas secara terpisah, dan memahami hubungan antara bagian sebagai hubungan mekanistis sehingga perubahan pada suatu bagian menuntut adanya penyesesuaian pada bagian yang lain;
      d. Kecenderungan untuk memandang manusia sebagai tuan atas alam dan hak-hak yang terbatas.
    Dengan mempertimbangkan watak teknologi barat yang demikian, sulit kiranya untuk tidak menyebut ahli teknologi barat sebagai invasi kebudayaan barat. Globalisasi merupakan bukti betapa gelombang invasi terjadi dengan dahsyatnya. Perbincangan tentang hubungan antara teknologi dan kebudayaan dapat dititip dari dua sudut pandang, yakni dari teknologi dan kebudayaan. Dari sudut pandang teknologi terbuka alternatif untuk memandang hubungan antara teknologi dan kebudayaan dalam paradigma positifistis atau dalam paradigma teknologi tepat. Masing-masing pilihan mengandung konsekuensi yang berbeda terhadap komponen-komponen kebudayaan yang lain. Paradigma teknologi positifistis yang didasari oleh metafisika matearialistis jelas memiliki kekuatan dalam menguasai, menguras, dan memuaskan hasrat manusia yang tak terbatas. Sedangkan paradigma teknologi tepat lebih menuntut kearifan manusia secara wajar. Dari sudut pandang kebudayaan bagaimanapun juga teknologi dewasa ini merupakan anak kandung kebudayaan barat. Hal in    i berarti bahwa penerimaan ataupun penolakan secara sistematik terhadap teknologi harus dilihat dalam rangka komunikasi antar sistem kebudayaan. Dengan demikian, Negara atau masyarakat pengembang teknologi bahwa suatu penemuan teknologi baru merupakan momentum proses eksternalisasi dalam rangka membangun dunia objektif yang baru, sedangkan bagi Negara atau masyarakat konsumen teknologi, suatu konsumsi teknologi baru dapat bermakna inkulturasi kebudayaan, akulturasi kebudayaan, atau bahkan invasi kebudayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar